Monday, July 29, 2013
Ucapan Istirja’
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Innalillaahi wa inna ilayhi raaji’uun atau (“Kita ini milik Allah, dan kepadaNya kita kembali”)
“kita ini milik Allaah”
- Ketika kita mengakui bahwa kita adalah
milikNya, maka hendaknya kita sadar, bahwa Allah berhak memerintah dan
melarang kita; baik kita suka maupun tidak suka.
Maka orang yang mengetahui ucapan ini, seharusnya akan ridha dengan
perintah dan laranganNya; tidak mengingkarinya, tidak pula “mencari
jalan tengah” yaitu dengan memadukannya dengan hawa nafsunya, agar
perintah dan larangan tersebut disesuaikan dengan hawa nafsunya.
- Ketika kita mengakui bahwa kita adalah
milikNya, maka hendaknya kita sadar, bahwa kita harus bersabar dalam
meninggalkan apa-apa yang dilarangNya.
Maka setelah ia tahu konsekuensi akan hal ini, maka ia akan
termotivasi untuk tahu segala apa yang dilarangNya, tentu dengan
MENUNTUT ILMU. Kita mencari tahu larangan-laranganNya agar ia tidak
terjerumus kedalamnya sedangkan ia tidak sadar; dan setelah ia tahu,
maka ia akan menghindari dan meninggalkannya; dan tetap bersabar dalam
meninggalkannya.
- Ketika kita mengakui bahwa kita adalah
milikNya, maka hendaknya kita sadar, bahwa kita harus besabar dalam
mengerjakan apa-apa yang di-wajibkanNya.
Demikian pula sebagaimana hal diatas… Pengucapnya yang mengetahui hal
ini, maka akan termotivasi untuk mencari tahu segala kewajiban yang
wajib ia tunaikan, tentunya dengan MENUNTUT ILMU. Agar ia dapat tahu
kewajiban apa yang harus ia laksanakan, dan agar ia tidak meninggalkan
kewajiban tanpa sepengetahuan kita. Setelah ia tahu tentangnya, maka ia
mengerjakannya, dan bersabar untuk tetap mengerjakannya.
- Ketika kita mengakui bahwa kita adalah
milikNya, maka hendaknya kita sadar, bahwa diri kita, demikian pula
harta kita dan keluarga kita (orang tua, saudara/i, serta istri dan
anak) juga adalah milikNya.
Maka pengucapnya harusnya dapat mendatangkan ridha dengan segala ketetapanNya atas diri, harta dan keluarganya.
Ketahuilah… apapun yang ditetapkanNya, adalah kebaikan (dengan segala hikmah dibaliknya); meskipun kita memandangnya “buruk”.
Ketahuilah Allah Maha Tahu, jadi jangan kita merasa lebih tahu
daripada Allah. Ketahuilah Allah Maha Bijaksana, jadi jangan kita merasa
lebih bijaksana dari Allah.
Dan ketahuilah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu; sedangkan kita
tidak memiliki kekuasaan atas apa yang menjadi milikNya, termasuk pula
diri kita, kita ini milikNya. Maka hendaknya kita bertawakkal kepadaNya,
ridha serta sabar dengan ketetapanNya.
Demikian pula, ketika kita mendapatkan nikmat; ketahuilah bahwa
nikmat ini bukan dari usaha kita sendiri, tapi dari pertolongan Allah;
dan juga ini semua adalah dariNya; maka ini semua pada hakekatnya adalah
milikNya. Maka janganlah kita merasa bahwa ini adalah semata-mata usaha
kita, atau merasa harta ini adalah hanyalah milik kita semata
(melupakan sang pemilik sebenarnya); sehingga kita lupa untuk
menyisihkan sebagian dari kenikmatan yang sudah Dia berikan kepada kita
di jalanNya… Kalaupun memang membelanjakannya, maka hendaknya paling
tidak kita hanya membelanjakannya dalam hal-hal yang diridhaiNya saja,
bukan untuk memaksiatiNya.
“…dan kepadaNya kita kembali”
Maka ketahuilah:
Jika kita tidak mau mengikuti perintah/larangan Allah, atau/dan tidak
ridha dengan ketetapanNya; maka ketahuilah kepadaNya-lah kita kembali;
Dialah yang akan membalas perbuatan kita tersebut; sudah disediakanNya
adzab ketika sakratul mawt, adzab kubur, adzab ketika hari hisab, serta
adzab neraka yang amat pedih bagi hambaNya yang menyombongkan diri
kepadaNya.
Sebaliknya, jika kita taat kepadaNya, kita berusaha mencari tahu
perintah dan laranganNya, kemudian kita taat kepadaNya (dengan
menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya), dan
tetap bersabar untuk taat kepadaNya hingga wafat; maka Allah menjanjikan
untuknya kebaikan-kebaikan; Dia telah menjanjikan kepada kita,
kemudahan ketika nyawa kita diambilNya, nikmat kubur, dimudahkan ketika
hisab (bahkan kita bisa termasuk orang yang diselamatkan dari hisab dan
adzab dihari hisab), dan dimasukkan kedalam surgaNya; sebagai balasan
atas orang-orang yang bertaqwa kepadaNya.
Demikian pula, dia telah menyediakan pahala tanpa batas kepada
hamba-hambaNya yang sabar atas segala ketetapanNya, dan juga dia telah
menjanjikan pahala yang melimpah terhadap hamba-hambaNya yang bersyukur
kepadaNya. Sebaliknya, barangsiapa yang murka kepada ketetapanNya, maka
Dia Murka terhadap orang tersebut!
Demikian pula barangsiapa yang diberikanNya nikmat, maka Dia adalah
Dzat Yang Maha Mensyukuri… Dia telah menyediakan berbagai balasan yang
baik bagi hamba-hambaNya yang bersyukur. Dengan apa hambaNya bersyukur?
(Dengan beriman kepadaNya, mentauhidkanNya, berpegang teguh diatas
ketaatan serta menjauhi segala kemungkaran baik itu kesyirikan,
kekufuran, kebid’ahan, maupun kemaksiatan). Sebaliknya, Dia akan
mengancam orang yang kufur atas nikmatNya yang mempergunakan nikmatNya
(nikmat hidup, sehat, serta berbagai nikmat lain) dalam rangka
kekufuran, kesyirikan, kebid’ahan maupun kemaksiatan.
Maka sudahkah kita mengetahui dan merenungkan akan konsekuensi ucapan ini?
Semoga bermanfaat
abuzuhriy.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment