Monday, July 29, 2013
Husnul Khatimah
Oleh: Khalid bin ‘Abdurrahman asy-Syayi’
Keadaan seseorang saat tutup usia memiliki nilai tersendiri, karena
balasan baik dan buruk yang akan diterimanya tergantung pada kondisinya
saat tutup usia.
Sebagaimana dalam hadits yang shahih:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya.” (HR. Bukhari dan selainnya)
Oleh sebab itulah, seorang hamba Allah yang shalih sangat
merisaukannya. Mereka melakukan amal shalih tanpa putus, merendahkan
diri kepada Allah agar Allah memberikan kekuatan untuk tetap istiqamah
sampai meninggal. Mereka berusaha merealisasikan wasiat Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri).”
(QS.Ali Imran:102)
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dalam shahih-nya,
dari Abdullah bin ‘Amr bin Ash radhiallahu anhu, dia mengatakan:
“Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Sesungguhnya qalbu-qalbu (hati-hati) keturunan anak Adam berada di
antara dua jari dari jari-jari Allah laksana satu hati, Allah
membolak-balikkannya sesuai kehendak-Nya,’ kemudian beliau Shalallahu
‘Alaihi Wassalam berdoa:
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati-hati kami kepada ketaatan-Mu.’”
[HR. Muslim (no. 2654)]
Itulah pentingnya kondisi tutup usia. Sementara itu, kondisi
seseorang pada detik-detik terakhir kehidupan ini, tergantung amal
perbuatan pada masa lampau. Barangsiapa yang berbuat baik di saat waktu
dan usianya memungkinkan, maka insya Allah akhit hidupnya baik. Dan
jika sebaliknya, maka sudah tentu kejelekan yang akan menimpanya. Allah
tidak akan pernah mendzaliminya, meskipun sedikit.
Mengingat pentingnya maslah ini dan keharusan memperhatikannya, maka
dengan memohon kepada Allah, tulisan ini kami angkat untuk menjadi
pengingat kita semua.
Husnul Khatimah
Husnul Khatimah adalah akhir yang baik. Yaitu seorang hamba, sebelum
meninggal, ia di beri taufik untuk menjauhi semua yang dapat
menyebabkan kemurkaan Allah Ta’ala. Dia bertaubat dari dosa dan
maksiat, serta semangat melakukan ketaatan dan perbuatan-perbuatan
baik, hingga akhirnya ia meninggal dalam kondisi ini. Dalil menunjukkan
makna ini yaitu hadits shahih dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, ia
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا عَلَيْكُمْ أَنْ لَا تَعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ
“Janganlah kalian merasa kagum dengan seseorang hingga kalian dapat melihat akhir dari amalnya,
فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَانًا مِنْ عُمْرِهِ أَوْ
بُرْهَةً مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ
الْجَنَّةَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا سَيِّئًا
sesungguhnya ada seseorang selama beberapa waktu dari umurnya beramal
dengan amal kebaikan, yang sekiranya ia meninggal pada saat itu, ia
akan masuk ke dalam surga, namun ia berubah dan beramal dengan amal
keburukan.
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ
سَيِّئٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ
عَمَلًا صَالِحًا
Dan sungguh, ada seorang hamba selama beberapa waktu dari umurnya
beramal dengan amal keburukan, yang sekiranya ia meninggal pada saat
itu, ia akan masuk neraka, namun ia berubah dan beramal dengan amal
kebaikan.
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ
Jika Allah menginginkan kebaikan atas seorang hamba maka Ia akan membuatnya beramal sebelum kematiannya, ”
para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah membuatnya beramal?”
beliau bersabda:
يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ
“Memberinya taufik untuk beramal kebaikan, setelah itu Ia mewafatkannya.”
(HR. Ahmad, Tirmidziy, Hakim, dll; dan beliau menshahiihkannya.)
Husnul khatimah memiliki beberapa tanda, di antaranya ada yang
diketahui oleh hamba yang sedang sakaratul maut, dan ada pula yang
diketahui orang lain. Tanda husnul khatimah, yang hanya di ketahui
hamba yang menaglaminya, yaitu diterimanya kabar gembira saat sakaratul
maut, berupa ridha Allah sebagai anugerah-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata:
رَبُّنَا اللهُ
“Rabb kami adalah Allah”
ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ
Kemudian mereka beristiqomah (–dengan perkataan tersebut; hingga
wafatnya mereka–), maka para malaikat turun kepada mereka (–ketika
sakratul maut, sembari berkata–):
أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
“Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.
Kabar gembira ini diberikan saat sakaratul maut, dalam kubur dan
ketika dibangkitkan dari kubur. Sebagai dalilnya, yaitu sabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa yang menyukai untuk bertemu dengan Allah, maka Allah
akan suka bertemu dengannya. Dan barangsiapa yang membenci bertemu
dengan Allah, maka Allah akan benci bertemu dengannya”
Kemudian para shahabat bertanya:
“Yaa Rasulullah, kami semua tidak menyukai kematian?”
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَيْسَ ذَاكَ كَرَاهِيَةَ الْمَوْتِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا
حُضِرَ جَاءَهُ الْبَشِيرُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَا هُوَ صَائِرٌ
إِلَيْهِ فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَكُونَ قَدْ لَقِيَ
اللَّهَ عَزَّ
“Bukan itu yang aku maksud, namun seorang yang beriman apabila
menghadapi sakaratul maut, maka seorang pemberi kabar gembira utusan
Allah datang menghampirinya seraya menunjukkan tempat kembalinya, hingga
tidak ada sesuatu yang lebih dia sukai kecuali bertemu dengan Allah.
Lalu Allah pun suka bertemu dengannya.
وَجَلَّ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْفَاجِرَ أَوْ
الْكَافِرَ إِذَا حُضِرَ جَاءَهُ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ مِنْ
الشَّرِّ أَوْ مَا يَلْقَاهُ مِنْ الشَّرِّ فَكَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ
وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
Adapun orang yang banyak berbuat dosa, atau orang kafir, apabila
telah menghadapi sakaratul maut, maka datang seseorang dengan
menunjukkan tempat kembalinya yang buruk, atau apa yang akan dijumpainya
berupa keburukan. Maka itu membuatnya tidak suka bertemu Allah, hingga
Allah pun tidak suka bertemu dengannya.”
(HR. Ahmad, Haytsamiy dll; dishahiihkan oleh Imam al Haytsamiy dalam majmu’)
Mengenai makna hadits ini, al Imam al Khatthabi mengatakan:
“Maksud dari kecintaan hamba untuk bertemu Allah, yaitu ia lebih
mengutamakan akhirat daripada dunia. Karenanya, ia tidak senang tinggal
terus menerus di dunia, bahkan siap meninggalkannya. Sedangkan makna
kebencian adalah sebaliknya.”
Imam Nawawi berkata,
”Secara syari’at, kecintaan dan kebencian yang diperhitungkan
adalah, saat sakaratul maut, saat taubat tidak diterima lagi. Ketika
itu, semuanya diperlihatkan bagi yang sedang naza’ (proses pengambilan
nyawa), dan akan nampak baginya tempat kembalinya.”
Tanda-tanda Husnul Khatimah
Tanda-tanda husnul khatimah banyak yang telah disimpulkan oelh para
ulama dengan penelitian terhadap nash-nash yang terkait. Di sini kami
bawakan sebagian tanda-tanda tersebut, di antaranya:
1. Mengucapkan kalimat syahadat saat akan meninggal
Dalilnya adalah hadits riwayat al Hakim dan selainnya, bahwasanya Rasululah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ كَانَ آخِرُ كـلاَمـِهِ : لاَ إِ لَهَ إِ لاَ اللهُ دَخـَلَ الجـَــنَّةَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallaah, maka ia masuk surga.”
(HR Abu Dawud, dan selainnya; dishahiihkan syaikh al albaaniy)
2. Meninggal dengan kening berkeringat
Berdasarkan hadits riwayat Buraidah bin al Hashib radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَوْتُ المُؤْمِنِ بِعِرْقِ الجَبِيْنِ. رَواه أحـمد والترمذي
“Kematian seorang mukmin dengan keringat di kening.”
(HR Ahmad, Tirmidziy, dan selainnya; dishaahiihkan syaikh al albaaniy dalam ahkamul janaa-iz)
3. Meninggal pada malam Jum’at atau siangnya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum’at atau malam
Jum’at, melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur.”
(HR.Ahmad dan Tirmidzi)
4. Mati syahid di medan jihad di jalan Allah, atau mati saat
menempuh perjalanan untuk peperangan di jalan Allah, mati karena
tertimpa sakit tha’un (pes), atau mati karena tenggelam
Dalilnya adalah hadits riwayat Imam Muslim dalam Shaihnya dari
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwasanya beliau Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda;
مَا تَقُولُونَ فِي الشَّهِيدِ فِيكُمْ
“Apa yang kalian katakan tentang seseorang yang mati syahid yang ada pada kalian?”
Mereka menjawab, “Orang yang terbunuh di jalan Allah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ
“Jika demikian orang yang mati syahid dari umatku hanya sedikit;
مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Barangsiapa terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid.
وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Barangsiapa meninggal dunia di jalan Allah, maka ia syahid,
وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ
Barangsiapa yang [meninggal dunia karena] sakit perut adalah syahid
وَالْمَطْعُونُ شَهِيدٌ
Barangsiapa yang [meninggal dunia karena] Tha’uun (lepra) juga syahid”
(–dari Abu Shalih dan di dalamnya ia menambahkan–)
وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ
“dan Barangsiapa yang [meninggal dunia karena] tenggelam ia juga syahid.”
[HR. Ibnu Maajah (hadits serupa juga diriwayatkan oleh Imam Muslim)]
5. Mati karena tertimpa reruntuhan
Berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Orang yang mati syahid ada lima (yaitu): orang yang mati kerkena
penyakit tha’un, sakit perut, orang tenggelam, orang yang terkena
reruntuhan dan orang yang syahid di jalan Allah.”
6. Meninggal saat nifas, ataupun meninggal saat sedang hamil bagi wanita
Dalilnya, hadits riwayat Imam Ahmad dan selainnya, dengan sanad yang
shahih dari ‘Ubadah bin ash Shamit radhiallah anhu, bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyebutkan beberapa syhada’,
diantaranya:
وَالنُّفَسَاءُ شَهَادَةٌ
Dan wanita yang meninggal karena melahirkan juga syahidah
dalam riwayat lain (juga diriwayatkan Ahmad, yang sanadnya shahiih):
وَالنُّفَسَاءُ يَجُرُّهَا وَلَدُهَا بِسُرَرِهِ إِلَى الْجَنَّةِ
“dan anak itu akan menariknya dengan tali pusarnya ke Surga.”
7. Meninggal karena terbakar dan radang selaput dada.
Sebagai dalilnya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah
menyebutkan macam-macam orang yang mati syahid, termasuk orang yang
mati terbakar. Demikian pula orang yang meninggal lantaran menderita
radang selaput dada, yaitu bengkak yang meradang, nampak pada selaput
yang ada di bagian dalam tulang-tulang rusuk. Adapun haditsnya
diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya.
8. Mati ketika membela darah, harta, keluarga dan agama
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan an Nasaa-i dan
selain keduanya, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ أَوْ دُونَ دَمِهِ أَوْ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa yang dibunuh karena membela hartanya maka ia syahid, siapa
yang dibunuh karena membela keluarganya maka ia syahid, atau karena
membela darahnya, atau karena membela agamanya maka ia syahid.”
(HR Abu Dawud dan Nasaa-iy; dll)
9. Meninggal karena sedang ribath (menjaga wilayah perbatasan) di jalan Allah Ta’ala
Berdasarkan hadits riwayat muslim dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam behwa beliau bersabda:
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ
وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ
يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
“Berjaga-jaga sehari-semalam (di daerah perbatasan) lebih baik
daripada puasa beserta shalat malamnya selama satu bulan. Seandainya ia
meninggal, maka pahala amalnya yang telah ia perbuat akan terus
mengalir, dan akan diberikan rizki baginya, dan ia terjaga dari
fitnah.”
10. Meninggal dalam keadaan melakukan aml shalih
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH karena mencari wajah Allah dan ia mati dengannya, ia masuk surga
وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
barangsiapa puasa sehari karena mencari wajah Allah dan ia mati dengannya, ia masuk surga
وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
dan barangsiapa mensedekahkan sesuatu karena mencari wajah Allah dan ia mati dengannya, ia masuk surga.”
(HR. Ahmad; dishahiihkan syaikh al-albaaniy dalam ahkamul janaa-iz)
Demikian beberapa tanda husnul khatimah yang telah disimpulkan darin
berbagai nash. Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani mengingatkan hal
itu di dalam kitab beliau, Ahkamul Janaiz.
Akan tetapi, ketahuilah wahai saudara-saudaraku, bahwa
terlihatnya salah satu di antara tanda-tanda itu pada satu mayit, bukan
berarti dia pasti menjadi penduduk Surga. Namun diharapkan, itu
sebagai pertanda baik baginya. Sebagaimana jika tanda-tanda itu tidak
ada pada satu mayit, maka janganlah divonis bahwa seseorang ini tidak
baik. Semua ini merupakan masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah
Ta’ala.
Penyebab Husnul Khatimah
1. Faktor terpenting, yaitu kontinyu melakukan ketaatan dan
bertakwa kepada Allah. Intinya ialah merealisasikan tauhid, menjauhi
hal-hal yang dharamkan, dan segera bertaubat dari perbuatan haram yang
melumurinya.
Dan tindakan yang paling diharamkan adalah syirik, baik syirik besar maupun syirik kecil. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ
ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا
عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
(QS. an Nisaa’:48)
2. Hendaknya berdo’a kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar diwafatkan dalam keadaan beriman dan bertakwa.
3. Hendaknya mengerahkan segala kemampuan dalam memperbaiki
diri, secara lahir dan batinnya, niat dan maksudnya diarahkan untuk
memperbaiki diri.
Ketentuan Allah di alam ini telah berlaku. Allah memberikan taufik
kepada orang yang mencari kebenaran. Allah akan mengokohkannya di atas
al haq serat menutup amalnya dengan al haq itu.
Su’ul Khatimah
Su’ul khatimah (akhir yang buruk) adalah meninggal dalam keadaan
berpaling dari Allah, berada di atas murka-Nya serta meninggalkan
kewajiban dari Allah. Tidak diragukan lagi, demikian ini akhir
kehidupan yang menyedihkan, selalu dikhawatirkan oleh orang-orang yang
bertakwa. Semoga Allah menjauhkan kita darinya.
Terkadang nampak pada sebagian orang yang sedang sakaratul maut,
tanda-tanda yang mengisyaratkan su’ul khatimah, seperti: menolak
mengucapkan syahadat, justru mengucapkan kata-kata jelek dan haram,
serta menampakkan kecenderungan padanya dan lain sebagainya. Kami perlu
menyebutkan begaina contoh nyata kejadian tersebut.
Kisah yang dibawakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya,
al Jawaabul Kaafi, bahwa ada seseorang saat sakaratul maut, dia
diingatkan, “Ucapkanlah Laa ilaha illallah.” Lalu orang itu
menjawa:”Apa gunanya bagiku, Aku pun tidak pernah mengerjakan shalat
karena Allah, meskipun sekali,” akhirnya ia pun tidak mengucapkannya.
Al Hafizh Rajab rahimahullah dalam kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
menukil dari salah satu ulama,’Abdul ‘Aziz bin Abu Rawwad, beliau
berkata: “Aku menyaksikan seseorang, yang ketika hendak meninggal di
talqin (diajari) Laa ilaha illallah. Akan tetapi, ia mengingkarinya
pada akhir ucapannya.”
Kemudian Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bertanya kepadanya tentang orang ini.
Ternyata ia seorang pecandu khamr (minuman keras). Selanjutnya Syaikh
‘Abdul Aziz berkata: “Takutlah kalian terhadap perbuatan dosa, karena
perbuatan dosa itu yang telah menjerumuskannya.”
Hal serupa juga diceritakan oleh al Hafizh adz Dzahabi rahimahullah,
ada seorang yang bergaul dengan pecandu khamr, maka saat ajal akan
tiba, dan ada seseorang yang datang untuk mengajarinya syahadat, ia
malah mengatakan:”Minumlah dan beri aku minum,” kemudian ia meninggal.
Al ‘Alamah Ibnul Qayyim eahimahullah bercerita mengenai seseorang
yang diketahui gemar musik dan mendendangkannya. Tatkala wafat
menjemputnya, dia diingatkan, katakanlah : Laa ilaha illallah (tetapi)
dia justru mulai mengigau dengan lagu sampai kemudian mati tanpa
mengucapkan kalimat tauhid.
Beliau rahimahullah juga berkata:”Sebagian pedagang mengabarkan
kepadaku tentang karib kerabatnya yang hampir meninggal, sementara
mereka disisinya. Mereka mentalkinkan Laa ilaha illallah, namun ia
mengigau “ ini murah, ini barang bagus, ini begini dan begitu,” sampai
ia meninggal dan tanpa bisa melafazhkan kalimat tauhid.”
Berikut ini kami bawakan keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah.
Komentar ini dibawakan setelah menyebutkan kisah-kisah di atas. Beliau
rahimahullah berkata:
“Subhanallah, betapa banyak orang yang menyaksikan ini mendapatkan
pelajaran? Apabila seorang hamba, pada saat sadar, kuat, serta memiliki
kemampuan, dia bisa dikuasai setan, ditunggangi perbuatan maksiat yang
diinginkannya, mampu membuat hatinya lalai dari mengingat Allah
Ta’ala, menahan lisannya dari dzikir, dan (begitu pula) anggota
badannya dari mentaati-Nya, lalu bagaimana kiranya ketika kekuatannya
melemah, hati dan jiwanya kacau karena sakitnya naza’ (tercabutnya
nyawa) yang sedang dia alami? Sementera saat itu, setan mengerahkan
seluruh kekuatan dan konsentrasinya, dan menghimpun semua kemampuannya
untuk mencuri kesempatan. Sesungguhnya ini adalah klimaks. Saat itu,
hadir setan yang terkuat, sementara si hamba dalam kondisi paling
lemah. Siapakah yang selamat?
Pada kondisi ini, seperti tercantum dalam firman-Nya:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ
وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki.”
(QS. Ibrahim:27)
Maka, orang yang dilalaikan hatinya dari mengingat Allah, (selalu)
memperturutkan nafsunya dan melampaui batas, bagaimana mungkin diberi
petunjuk agar husnul khatimah?!
Orang yang hatinya selalu jauh dari Allah Ta’ala, selalu lalai
dari-Nya, selalu mengagungkan nafsunya, selalu menyerahkan kepada
syahwatnya, lisannya kering dari dzikir, serta anggota badannya
terhalang dari ketaatan dan sibuk dengan maksiat, maka mustahil diberi
petunjuk agar akhir kehidupannya baik (husnul khatimah).
Su’ul Khatimah memiliki dua tingkatan
1. Tingkatan terbesar dan terjelek.
Yaitu orang yang hatinya penuh dengan keraguan dan penentangan saat
sakaratul maut, kemudian ia mati dalam keadaan seperti ini, Maka hal
ini akan menjadi penghalang antara dia dan Allah.
2. Tingkatan yang lebih rendah.
Yaitu orang yang hatinya cenderung kepada urusan dunia atau
keinginan syahwatnya, lalu keinginan ini tergambar di dalam hatinya
saat sakaratul maut. Biasanya, seseorang meninggal dalam kondisi yang
biasa dia lakoni pada kehidupan nyatanya. Jika jelek, maka akhirnya
juga jelek. Semoga Allah melindungi kita dari keduanya.
Sebab-sebab Su’ul Khatimah
Dari uraian ini, maka nampak jelas, bahwa penyebab su’ul khatimah
adalah lawan dari penyebab husnul khatimah yang telah disebutkan.
Penyebab utamanya adalah kerusakan aqidah. Di antara penyebabnya juga
adalah rakus terhadap dunia, mencarinya dengan cara-cara haram,
berpaling dari jalan kebaikan, serta terus-menerus melakukan perbuatan
maksiat.
Penutup
Semoga Allah menlindungi kita dari su’ul khatimah. Seseorang yang
amalan lahirnya baik, serta batinnya juga senantiasa bersama Allah,
jujur dalam perkataan dan perbuatan, maka dia tidak akan mengalami
su’ul khatimah. Sebaliknya, su’ul khatimah akan dialami oleh orang yang
aqidahnya rusak, amalan lahirnya rusak, berani melakukan dosa-dosa
besar, bahkan mungkin ia melakukan itu sampai ajal menjemput tanpa
sempat bertaubat.
Karena itu, selayaknya bagi orang yang berakal agar mewaspadai
ketergantungan hatinya terhadap perbuatan-perbuatan haram, dan
mengharuskan hati, lisan serta anggota badannya untuk mengingat Allah
dan tetap taat kepada Allah dimanapun berada.
Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami sebagai penutup amal kami.
Jadikanlah umur terbaik kami sebagai akhirnya. Dan jadikanlah hari
terbaik kami sebagai hari kami menjumpai-Mu
Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk melaksanakan berbagai kebaikan dan menjauhi semua kemungkaran.
Maråji’:
Dikutip dari Majalah As Sunnah Edisi 03/X/1427H/2006M
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment