Tuesday, July 30, 2013
Bagai Kacang Lupa Kulit !
Ada
pepatah klasik yang mengatakan “Bagai kacang lupa kulitnya”, ini adalah
sebuah ungkapan tentang perbuatan atau sikap seseorang yang terlalu
sombong, ujub , takabbur, menepuk dada hingga petantang-petenteng
adigung adidaya sehingga melupakan asal usul atau latar belakangnya ;
Kaya lupa saat miskin, Sehat lupa saat sakit, Lapang lupa saat sempit,
melupakan begitu saja keluarga, kerabat maupun orang lain yang dulu
membantunya. Eh, saat berhasil hidupnya lupa daratan, tak sadar bahwa
cepat atau lambat dia akan temui ajal !.
Dalam keseharian seringkali
kita jumpai perilaku menyimpang seperti itu. Di lingkungan keluarga,
kerabat dekat, tetangga, teramat banyak orang-orang yang dulunya “bukan
siapa-siapa” kemudian dalam proses perjalanan waktu mereka menjadi
orang-orang yang terpandang, populer, kaya raya dan dihormati.
Peribahasa ini memang ternyata terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak orang yang sudah melupakan asal usulnya karena keberhasilan
mereka saat ini. Pada proses “from zero to hero”, “from nothing to be
something” atau “from nobody to somebody” tak ada yang keliru, semua
sah-sah saja sebagai perjalanan takdir seseorang.
Namun kesalahan
terbesar terjadi justru pada puncak kejayaan yang diwarnai oleh tingkah
polah keangkuhan. Merasa hebat sendiri, sementara orang lain dianggap
nggak ada apa-apanya, merasa paling tahu dan orang lain dianggap bodoh,
merasa paling benar dan orang lain salah . Yang paling parah adalah saat
melupakan begitu saja asal-usul dan catatan sejarah ketika jaman
mengais-ngais rejeki dengan susah payah, mengharap-harap bantuan orang
lain dan sanak saudara.
Tetapi di saat keberhasilan sudah ditangan,
boro-boro mau membalas kebaikan orang-orang yang telah membantunya
dimasa-masa sulit dulu, sebaliknya malah berbalik menghujat, mencela
serta menghina, seolah-olah dia nggak pernah susah. Pamer harta serta
sesumbar kesana-kemari dengan berita-berita bohong serta cerita-cerita
dusta tentang amal dan “kepahlawanan”-nya membantu saudara dan sesama,
padahal nol-besar !..
Yah, terlalu banyak orang yang berkarakter “kacang
lupa kulitnya”, dipenuhi perilaku superiority complex. Astagfirullah !.
Tulisan singkat ini setidaknya mengingatkan kita semua agar terhindar
dari sifat-sifat tercela seperti itu.
Ingatlah dunia ini hanya tempat
menetap sementara, dan akhiratlah tempat abadi untuk kembali !.
Jangan
ujub, sombong serta takabbur, apalagi berkarakter “kacang lupa di kulit “
!…
Bertaubatlah kepada Allah dan minta maaflah kepada orang-orang yang
sengaja atau tidak, telah terluka dan disakiti. Karenanya, segala
perbuatanmu akan di pertanggung jawabkan secara detail di Mahkamah
Illahi kelak.
Perilaku “Kacang lupa di kulit” ekuivalen dengan
penjabaran sifat “memalingkan muka dari manusia”. Maka silakan semak
ayat dan hadits berikut agar kita terus menerus ingat serta terhindar
dari kekeliruan perilaku buruk itu :
“Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka
bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18).
“Tidak akan masuk surga
seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji
sawi.”
Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka
memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya
Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran
dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91).
Monday, July 29, 2013
Istriku Bukan Bidadari, Tapi Aku Pun Bukan Malaikat
Alhamdulillah, salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.
Anda telah berkeluarga? Bagaimana pengalaman Anda selama mengarungi
bahtera rumah tangga?
Semulus dan seindah yang Anda bayangkan dahulu?
Mungkin saja Anda menjawab, “Tidak.”
Akan tetapi, izinkan saya berbeda dengan Anda, “Ya,” bahkan lebih indah daripada yang saya bayangkan sebelumnya.
Saudaraku, kehidupan rumah tangga memang penuh dengan dinamika,
lika-liku, dan pasang surut. Kadang Anda senang, dan kadang Anda
bersedih. Tidak jarang, Anda tersenyum di hadapan pasangan Anda, dan
kadang kala Anda cemberut dan bermasam muka.
Bukankah demikian, Saudaraku?
Berbagai tantangan dan tanggung jawab dalam rumah tangga senantiasa
menghiasi hari-hari Anda. Semakin lama umur pernikahan Anda, maka
semakin berat dan bertambah banyak perjuangan yang harus Anda tunaikan.
Tanggung jawab terhadap putra-putri, pekerjaan, karib kerabat, masyarakat, dan lain sebagainya.
Di antara tanggung jawab yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan Anda ialah tanggung jawab terhadap pasangan hidup Anda.
Sebelum menikah, sah-sah saja Anda sebagai calon suami membayangkan
bahwa pasangan hidup Anda cantik rupawan, bangsawan, kaya raya, patuh,
pandai mengurus rumah, penyayang, tanggap, sabar, dan berbagai gambaran
indah.
Bukankah demikian, Saudaraku?
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Biasanya, seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan:
harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka,
hendaknya engkau lebih memilih wanita yang beragama, niscaya engkau
beruntung.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al-Qurthubi menjelaskan makna hadits ini dengan berkata, “Empat
pertimbangan inilah yang biasanya mendorong seorang lelaki untuk
menikahi seorang wanita. Dengan demikian, hadits ini sebatas kabar
tentang fakta yang terjadi di masyarakat, dan bukan perintah untuk
menjadikannya sebagai pertimbangan. Secara tekstual pun, hadits ini
menunjukkan bahwa dibolehkan menikahi seorang wanita dengan keempat
pertimbangan itu. Akan tetapi, hendaknya pertimbangan agama lebih
didahulukan.”
Keterangan al-Qurthubi ini semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Amr al-’Ash radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ
يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى
أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى
الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
‘Janganlah engkau menikahi wanita hanya karena kecantikan
parasnya, karena bisa saja parasnya yang cantik menjadikannya sengsara.
Jangan pula engkau menikahinya karena harta kekayaannya, karena bisa
saja harta kekayaan yang ia miliki menjadikan lupa daratan. Akan tetapi,
hendaklah engkau menikahinya karena pertimbangan agamanya. Sungguh,
seorang budak wanita berhidung pesek dan berkulit hitam, tetapi ia patuh
beragama, lebih utama dibanding mereka semua.’” (Hr.
Ibnu Majah; oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits yang lemah)
Akan tetapi, sekarang, setelah Anda menikah, terwujudkah seluruh impian dan gambaran yang dahulu terlukis dalam lamunan Anda?
Bila benar-benar seluruh impian Anda terwujud pada pasangan hidup
Anda, maka saya turut mengucapkan selamat berbahagia di dunia dan
akhirat. Bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati atau kecewa.
Saudaraku, besarkan hati Anda, karena nasib serupa tidak hanya
menimpa Anda seorang, tetapi juga menimpa kebanyakan umat manusia.
عَنْ أَبِى مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ
يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ
بِنْتُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ
الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Banyak lelaki yang berhasil menggapai kesempurnaan, sedangkan tidaklah
ada dari wanita yang berhasil menggapainya kecuali Asiyah istri Fir’aun
dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya, kelebihan Aisyah dibanding wanita
lainnya bagaikan kelebihan bubur daging [1] dibanding makanan lainnya.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Saudaraku, berbahagia dan berbanggalah dengan pasangan hidup Anda, karena pasangan hidup Anda adalah wanita terbaik untuk Anda!
Anda tidak percaya? Silakan Anda membuktikannya. Bacalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini, lalu terapkanlah pada istri Anda.
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Tidak pantas bagi lelaki yang beriman untuk meremehkan wanita
yang beriman. Bila ia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti ia
puas dengan perangainya yang lain.” (Hr. Muslim)
Saudaraku, Anda kecewa karena istri Anda kurang pandai memasak? Tidak
perlu khawatir, karena ternyata istri Anda adalah penyayang.
Anda kurang puas dengan istri Anda yang kurang pandai mengurus rumah
dan kurang sabar? Tidak usah berkecil hati, karena ia begitu cantik
rupawan.
Anda berkecil hati karena istri Anda kurang cantik? Segera besarkan
hati Anda, karena ternyata istri
Anda subur sehingga Anda mendapatkan
karunia keturunan yang shalih dan shalihah. Coba Anda bayangkan, betapa
besar penderitaan Anda bila Anda menikahi wanita cantik akan tetapi
mandul.
Demikianlah seterusnya.
Tidak etis dan tidak manusiawi bila Anda hanya pandai mengorek
kekurangan istri, namun Anda tidak mahir dalam menemukan
kelebihan-kelebihannya. Buktikan Saudaraku, bahwa Anda benar-benar
seorang suami yang berjiwa besar, sehingga Anda peka dan lihai dalam
membaca kelebihan pasangan Anda.
Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu peka dan mahir dalam membaca segala hal, termasuk suasana hati istrinya. Aisyah mengisahkan,
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنِّي
لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً، وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى
. قَالَتْ: فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ، فَقَالَ: أَمَّا إِذَا
كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ،
وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ. قَالَتْ: قُلْتُ
أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ
“Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepadaku, ‘Sungguh, aku mengetahui bila engkau ridha
kepadaku, demikian pula bila engkau sedang marah kepadaku.’ Spontan,
Aisyah bertanya, ‘Darimana engkau dapat mengetahui hal itu?’ Rasulullah
menjawab, ‘Bila engkau sedang ridha kepadaku, maka ketika engkau
bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Adapun bila
engkau sedang dirundung amarah, maka ketika engkau bersumpah, engkau
berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’’ Mendengar penjelasan ini, Aisyah
menimpalinya dan berkata, ‘Benar, sungguh demi Allah, wahai Rasulullah,
ketika aku marah, tiada yang aku tinggalkan, kecuali namamu saja.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
Demikianlah teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau begitu peka dengan suasana hati istrinya, sehingga beliau bisa
membaca isi hati istrinya dari ucapan sumpahnya. Walaupun Aisyah
berusaha untuk menyembunyikan isi hatinya, tetap bermanis muka,
senantiasa berada di sanding
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berbicara seperti biasa, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dapat menebak suasana hatinya dari perubahan cara bersumpahnya. Luar
biasa, perhatian, kejelian, dan kepekaan yang tidak ada bandingnya.
Tidak mengherankan, bila beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Orang terbaik di antara kalian ialah orang yang terbaik dalam
memperlakukan istrinya, dan aku adalah orang terbaik di antara kalian
dalam memperlakukan istriku.” (Hr. At-Tirmidzi)
Bagaimana dengan Anda, Saudaraku? Dengan apa Anda dapat mengenali dan meraba suasana hati pasangan Anda?
Saudaraku, tidak ada salahnya bila sejenak Anda kembali memutar
lamunan dan gambaran tentang istri ideal dan idaman yang pernah singgah
dalam benak Anda. Selanjutnya, bandingkan gambaran istri idaman Anda
dengan gambaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kaum wanita berikut ini,
الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
“Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Bila engkau ingin
meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah, dan bila engkau
bersenang-senang dengannya, niscaya engkau dapat bersenang-senang
dengannya, sedangkan ia adalah bengkok.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pada riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا
هِيَ كَالضِّلَعُ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا
تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
“Tidak mungkin istrimu kuasa bertahan dalam satu keadaan.
Sesungguhnya, wanita itu bak tulang rusuk. Bila engkau ingin
meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah. Adapun bila engkau
biarkan begitu saja, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya,
(tetapi hendaklah engkau ingat) ia adalah bengkok.” (Hr. Ahmad)
Nah, sekarang, silakan Anda mengorek memori Anda tentang wanita
pendamping hidup Anda. Temukan berbagai kelebihan padanya, dan
selanjutnya tersenyumlah, karena ternyata istri Anda memiliki banyak
kelebihan.
Lalu, bila pada suatu hari Anda merasa tergoda oleh kecantikan wanita
lain, maka ketahuilah bahwa sesuatu yang dimiliki oleh wanita itu
ternyata juga telah dimiliki oleh istri Anda. Maka, bergegaslah untuk
membuktikan hal ini pada istri Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
“Bila engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka
segeralah datangi istrimu! Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal
yang dimiliki oleh wanita yang engkau lihat itu.” (Hr. At-Tirmidzi)
Demikianlah caranya agar Anda dapat senantiasa puas dan bangga dengan
pasangan hidup Anda. Anda selalu dapat merasa bahwa ladang Anda tampak
hijau, sehijau ladang tetangga, dan bahkan lebih hijau.
Selamat berbahagia dengan pasangan hidup yang telah Allah karuniakan
kepada Anda. Semoga Allah memberkahi bahtera rumah tangga Anda.
Sebaliknya, sebagai calon istri, Anda juga berhak untuk mendambakan
pasangan hidup yang tampan, gagah, kaya raya, pandai, berkedudukan
tinggi, penuh perhatian, setia, penyantun, dermawan, dan lain
sebagainya.
Betapa indahnya gambaran rumah tangga Anda, dan betapa istimewanya
pasangan hidup Anda, andai gambaran Anda ini dapat terwujud. Bukankah
demikian, Saudariku?
Saudariku, setelah Anda menikah, benarkah seluruh kriteria suami
ideal yang pernah menghiasi lamunan Anda ini terwujud pada pasangan
hidup Anda?
Bila benar terwujud, maka saya ucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat, dan bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati.
Besarkan hatimu, wahai Saudariku! Percayalah, bahwa pada pasangan hidup Anda ternyata terdapat banyak kelebihan.
Bila selama ini, Saudari ciut hati karena suami Anda miskin harta,
maka tidak perlu khawatir, karena ia penuh dengan perhatian dan tanggung
jawab.
Bila selama ini, Saudari kecewa karena suami Anda ternyata kurang tampan, maka percayalah bahwa ia setia dan bertanggung jawab.
Andai selama ini, Saudari kurang puas karena suami Anda kurang
perhatian dengan urusan dalam rumah, tetapi ia begitu membanggakan dalam
urusan luar rumah.
Juga, andai selama ini, sikap suami Anda terhadap Anda kurang
simpatik, maka tidak perlu hanyut dalam duka dan kekecawaan, karena ia
masih punya jasa baik yang tidak ternilai dengan harta.
Ternyata, selama
ini, suami Anda telah menjaga kehormatan Anda, menjadi penyebab Anda
merasakan kebahagiaan menimang putra-putri Anda.
Saudariku, Anda tidak perlu hanyut dalam kekecewaan karena suatu hal
yang ada pada diri suami Anda. Betapa banyak kelebihan-kelebihan yang
ada padanya. Berbahagia dan nikmatilah kedamaian hidup rumah tangga
bersamanya.
Berlarut-larut dalam kekecewaan terhadap suatu perangai suami Anda
dapat menghancurkan segala keindahan dalam rumah tangga Anda. Bukan
hanya hancur di dunia, bahkan berkelanjutan hingga di akhirat kelak.
Saudariku, simaklah peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Agar anda dapat menjadikan bahtera rumah tangga Anda seindah dambaan Anda.
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ،
قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ،
وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ
ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Aku diberi kesempatan untuk menengok ke dalam neraka, dan
ternyata kebanyakan penghuninya ialah para wanita, akibat ulah mereka
yang selalu kufur/ingkar.” Spontan, para shahabat bertanya, “Apakah yang
engkau maksud adalah mereka kufur/ingkar kepada Allah?” Beliau
menjawab, “Mereka terbiasa ingkar terhadap perilaku baik, dan ingkar
terhadap jasa baik. Andai engkau berbuat baik kepada mereka seumur
hidupmu, lalu ia mendapatkan suatu hal padamu, niscaya mereka begitu
mudah berkata, ‘Aku tidak pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun
darimu.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
Anda mendambakan kebahagian dalam rumah tangga?
Temukanlah bahwa kebahagian hidup dan berumah tangga terletak pada genggaman tangan suami Anda.
Pandai-pandailah membawa diri, sehingga suami Anda rela membentangkan
kedua telapak tangannya, dan memberikan kebahagian berumah tangga kepada
Anda.
Percayalah Saudariku, suami Anda adalah pasangan terbaik untuk Anda.
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ
فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ
أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Bila seorang istri telah mendirikan shalat lima waktu, berpuasa
bulan Ramadan, menjaga kesucian dirinya, dan taat kepada suaminya,
niscaya kelak akan dikatakan kepadanya, ‘Silakan engkau masuk ke surga
dari pintu mana pun yang engkau suka.’” (Hr. Ahmad dan lainnya)
Tidakkah Anda mendambakan termasuk orang-orang mukminah yang mendapatkan kebebasan masuk surga dari pintu yang mana pun?
Kunci Keberhasilan Rumah Tangga
Saudaraku, mungkin selama ini Anda bersama pasangan hidup Anda, terus
berusaha mencari pola rumah tangga yang dapat mendatangkan kebahagiaan
untuk Anda berdua.
Anda berhasil menemukannya?
Bila Anda berhasil, maka saya ucapkan selamat berbahagia. Adapun bila
belum, maka segera temukan kunci keberhasilan rumah tangga Anda pada
firman Allah berikut,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan
satu tingkat daripada istrinya.” (Qs. al-Baqarah: 228)
Hak pasangan Anda setimpal dengan kewajiban yang ia tunaikan kepada
Anda. Semakin banyak Anda menuntut hak Anda, maka semakin banyak pula
kewajiban yang harus Anda tunaikan untuknya.
Shahabat Abdullah bin ‘Abbas memberikan contoh nyata dari aplikasi
ayat ini dalam rumah tangganya. Pada suatu hari, beliau berkata,
“Sesungguhnya, aku senang untuk berdandan demi istriku, sebagaimana aku
pun senang bila istriku berdandan demiku, karena Allah Ta’ala telah
berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.’
Aku pun tidak ingin menuntut seluruh hakku atas istriku, karena Allah juga telah berfirman,
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
‘Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.’” (Hr. Ibnu Abi Syaibah dan ath-Thabari)
Bagaimana dengan dirimu, wahai saudara dan saudariku? Kapankah Anda
berdandan? Ketika sedang berada di rumah atau ketika hendak keluar
rumah? Selama ini, sejatinya, untuk siapa Anda berdandan? Benarkah Anda
berdandan untuk pasangan Anda, ataukah Anda berdandan dan tampil menawan
untuk orang lain?
Saudaraku, bahu-membahu, saling melengkapi kekurangan, dan saling
pengertian adalah salah satu prinsip dasar dalam membangun rumah tangga.
Tidak layak bagi Anda untuk berperan sebagai penonton setia ketika
pasangan Anda sedang mengerjakan pekerjaannya. Usahakan sebisa Anda
untuk turut menyelesaikan pekerjaannya. Demikianlah, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dalam rumah tangga beliau.
Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,
كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الأَذَانَ خَرَجَ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan
sebagian pekerjaan istrinya, dan bila beliau mendengar suara azan
dikumandangkan, maka beliau bergegas menuju ke mesjid.” (Hr. Bukhari)
Constance Gager, ketua studi sekaligus asisten profesor di Montclair
State University, Montclair, New Jersey, mengadakan penelitian tentang
hubungan perilaku suami-istri dengan keromantisan dalam bercinta. Ia
mengelompokkan para suami yang menjadi objek penelitiannya ke dalam dua
kelompok.
Kelompok pertama adalah suami-suami yang tidak peduli dan jarang
membantu pekerjaan istri.
Kelompok kedua adalah suami-suami yang sering
turut serta dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga istri.
Hasilnya luar biasa! Suami di kelompok kedua, yaitu yang sering
membantu pekerjaan istrinya, terbukti lebih romantis dan lebih sering
memadu cinta dengan pasangannya. Hubungan yang harmonis dan indah,
begitu kental dalam rumah tangga mereka.
Sejatinya, penemuan ini bukanlah hal baru, karena secara logika, suami yang dengan rendah hati membantu pekerjaan istrinya pastilah lebih dicintai oleh istrinya. Tentunya, ini memiliki hubungan erat dengan keromantisan suami-istri dalam bercinta.
Sebaliknya, istri yang peduli dengan pekerjaan suami, pun akan mengalami hal yang sama.
Nah, bagaimana dengan diri Anda, wahai Saudaraku?
Selamat membuktikan resep manjur ini! Semoga berbahagia, dan hubungan Anda berdua semakin romantis dan harmonis.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda. Mohon maaf bila
ada kata-kata yang kurang berkenan. Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Ustadz Arifin Badri, Lc., M.A.
Mengingat Mati
Wasiat salafush shalih untuk kita agar mengingat mati
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata,
“Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat perusak kelezatan-kelezatan, yaitu mati.”
(Hadits Hasan Shahiih; diriwayatkan Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Al-Hasan Al-Bashry berkata,
“Kematian melecehkan dunia dan tidak menyisakan kesenangan bagi orang
yang berakal. Selagi seseorang mengharuskan hatinya untuk mengingat
mati, maka dunia terasa kecil di matanya dan segala apa yang ada di
dalamnya menjadi remeh.”
Hamid Al-Qushairy berkata,
“Setiap orang di antara kita yakin akan datangnya kematian, sementara
kita tidak melihat seseorang bersiap-siap menghadapi kematian itu.
Setiap orang di antara kita yakin adanya surga, sementara kita tidak melihat ada yang berbuat agar bisa masuk surga.
Setiap orang di antara kita yakin adanya neraka, sementara kita tidak melihat orang yang takut terhadap neraka.
Untuk apa kalian bersenang-senang? Apa yang sedang kalian tunggu?
Tiada lain adalah kematian. Kalian akan mendatangi Allah dengan membawa
kebaikan ataukah keburukan. Maka hampirilah
Allah dengan cara yang
baik.”
Syumaith bin Ajlan berkata,
“Siapa yang menjadikan kematian pusat perhatiannya, maka dia tidak lagi peduli terhadap kesempitan dunia dan kelapangannya.”
Ketahuilah bahwa bencana kematian itu amat besar. Banyak orang yang
melalaikan kematian karena mereka tidak memikirkan dan mengingatnya.
Kalau pun ada yang mengingatnya, toh dia mengingatnya dengan hati yang lalai, sehingga tidak ada gunanya dia mengingat mati.
Cara yang harus dilakukan seorang hamba ialah mengosongkan hati
tatkala mengingat kematian yang seakan-akan ada di hadapannya, seperti
orang yang hendak bepergian ke daerah yang berbahaya atau tatkala hendak
naik perahu mengarungi lautan, yang tentunya dia mengingat kecuali
perjalanannya.
Cara yang paling efektif baginya ialah mengingat keadaan dirinya dan
orang-orang yang sebelumnya, mengingat kematian dan kemusnahan mereka.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata,
“Orang yang berbahagia ialah yang bisa mengambil pelajaran dari orang lain.”
Abu Darda’ berkata,
“Jika engkau mengingat orang-orang yang sudah meninggal, maka jadikanlah dirimu termasuk mereka yang sudah meninggal.”
Ada baiknya jika dia memasuki kuburan dan mengingat orang-orang yang
sudah dipendam disana. Selagi hatinya mulai condong kepada keduniaan,
maka hendaklah dia berpikir bahwa dia pasti akan meninggalkannya dan
harapan-harapannya pun menjadi pupus.
Telah diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu, dia berkata,
“Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam memegangi kedua pundakku lalu beliau bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Jadilah di dunia seakan-akan engkau adalah orang asing atau seorang pelancong.”
(HR Bukhary dan Ahmad).
Ibnu Umar berkata,
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ
فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ
حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau berada pada sore hari, maka janganlah menunggu sore
harinya. Pergunakanlah kesehatanmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum
matimu.”
Dari Al-Hasan, dia berkata,
“Pendekkanlah angan-angan, buatlah ajal kalian ada di depan mata kalian dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu.”
(Diriwayatkan Ibnu Abid-Dunya)
Dari Abu Zakaria At-Taimy, dia berkata,
“Tatkala Sulaiman bin Abdul Malik berada di Masjidil Haram, tiba-tiba
ada yang menyodorkan selembar batu yang berukir. Lalu dia meminta orang
yang dapat membacanya. Ternyata di batu itu tertulis:
Wahai anak Adam, andaikan engkau tahu sisa umurmu, tentu engkau tidak
akan berangan-angan yang muluk-muluk, engkau akan beramal lebih banyak
lagi dan engkau tidak akan terlalu berambisi.
Penyesalanmu akan muncul jika kakimu sudah tergelincir dan keluargamu
sudah pasrah terhadap keadaan dirimu, dan engkau akan meninggalkan anak
serta keturunan.
Saat itu engkau tidak bisa kembali lagi ke dunia dan tidak bisa lagi
menambah amalmu. Berbuatlah untuk menghadapi hari kiamat, hari yang
diwarnai penyesalan dan kerugian.”
Penyebab panjangnya angan-angan
Ketahuilah, munculnya angan-angan yang muluk-muluk ini ada dua hal:
1. Cinta Kepada Dunia.
Jika manusia sudah menyatu dengan keduniaan, kenikmatan dan
belenggunya, maka hatinya merasa berat untuk berpisah dengan dunia,
sehingga di dalam hatinya tidak terlintas pikiran tentang mati.
Padahal
kematianlah yang akan memisahkan dirinya dengan dunia.
Siapa pun yang membenci sesuatu, tentu akan menjauhkan sesuatu itu
dari dirinya. Manusia selalu dibayang-bayangi angan-angan yang batil.
Dia berangan-angan sesuai dengan kehendaknya, seperti hidup terus di
dunia, mendapatkan seluruh barang yang dibutuhkannya, seperti harta
benda, tempat tinggal, keluarga dan sebab-sebab keduniaan lainnya.
Hatinya hanya terpusat pada hal-hal ini, sehingga lalai mengingat mati
dan tidak membayangkan kedekatan kematiannya.
Andakain di dalam hatinya sesekali melintas pikiran tentang kematian
dan perlu bersiap-siap menghadapinya, tentu dia bersikap waspada dan
mengingat dirinya.
Namun dia hanya berkata,
“Hari-hari ada di depanmu hingga engkau menjadi dewasa. Setelah itu engkau bertaubat.”
Setelah dewasa dia berkata,
“Sebentar lagi engkau akan menjadi tua.”
Setelah tua dia berkata,
“Tunggulah hingga rumah ini rampung atau biar kuselesaikan terlebih dahulu perjalananku.”
Dia menunda-nunda dan terus menunda-nunda…
Hingga selesainya kesibukan demi kesibukan dan hari demi hari, hingga
ajal menjemputnya tanpa disadarinya, dan saat itulah dia akan merasakan
penyesalan yang mendalam.’
Kebanyakan teriakan para penghuni neraka ialah kata-kata,
“Andaikata”.
Mereka berkata,
“Aduhai aku benar-benar menyesal”,
Yang juga menggambarkan kata-kata “Andaikata”. Sumber dari seluruh angan-angan ini adalah cinta kepada dunia.
2. Kebodohan
Hal ini terjadi karena manusia tidak mempergunakan masa mudanya,
menganggap kematian masih lama datangnya karena dia masih muda.
Apakah pemuda semacam ini tidak menghitung bahwa orang-orang yang berumur panjang di wilayahnya tidak lebih dari sepuluh orang?
Mengapa jumlah ornag tua hanya sedikit? Karena banyak manusia yang meninggal dunia selagi muda.
Berbarengan dengan meninggalnya satu orang tua, ada seribu bayi dan anak muda yang meninggal dunia.
Dia tertipu oleh kesehatannya dan tidak tahu bahwa kematian bisa
menghampirinya secara tiba-tiba, sekalipun dia menganggap kematian itu
masih lama. Sakit bisa menimpanya secara tiba-tiba. Jika dia jatuh
sakit, maka kematian tidak jauh darinya.
Andaikan dia mau berpikir dan menyadari bahwa kematian itu tidak
mempunyai waktu yang pasti, entah pada musim panas, gugur atau semi,
siang atau malam, tidak terikat pada umur tertentu, muda atau tua, tentu
dia akan menganggap serius urusan kematian ini dan tentu dia akan
bersiap-siap menyongsongnya.
[Oleh: al-Imam Ibnu Qudamah, Minhajul Qasidin Jalan Orang-Orang yang
Mendapat Petunjuk, Pustaka Al-Kautsar; dinukil dengan sedikit
pengurangan dari jilbab.or.id]
Ada Apa setelah kematian?
Mengingat mati itu bermanfa’at bagi setiap MUKMIN, karena mereka
beriman bahwa ada kehidupan yang kekal setelah kematian, mereka beriman
ada adzab kubur dan nikmat kubur, mereka beriman kelak ada hisab di
padang masyhar, dan mereka beriman kelak seseorang akan dimasukkan
surga/neraka.. sehingga mengingat mati, akan melembutkan hati mereka dan
mendorong mereka untuk beramal shalih..
Kita melihat orang-orang yang LUPA atau LALAI atau TIDAK TAHU atau
bahkan PURA-PURA TIDAK TAHU padahal tahu atau yang KUFUR terhadapnya;
maka mereka MERASA CUKUP dengan kehidupan dunia yang fana dan singkat.
Kalaulah kita bicara tentang orang kafir, maka tidak mengherankan
mereka hidup tanpa arah sesuai hawa nafsu mereka, bagaikan binatang
bahkan lebih jelek dari binatang.
Lantas bagaimana dengan kita YANG MENGIMANI ini semua?
Kita MENGETAHUI dan MENGIMANI bahwa kita PASTI MATI1, dan kalau kita MATI pasti ada SAKRATUL MAUT2,
dan ketika SAKRATUL MAUT pasti ada malaikat yang menjemput, apakah itu
malaikat rahmat ataukah malaikat adzab (orang-orang kafir, munafik,
fajir, zhalim, dan fasik akan dijemput malaikat adzab; sedangkan
orang-orang mukmin yang beramal shalih akan dijemput malaikat rahmat)3
Dan setelahnya kita akan berada dialam kubur, ditanya malaikat dengan
tiga pertanyaan.. dan
setelahnya kita akan menjalani adzab kubur (jika
kita fasiq, maka kita akan diadzab sesuai dengan kadar kefasiqan yang
kita miliki) ataukah nikmat kubur4
Dan setelahnya kita dibangunkan dengan sebuah tiupan5 dan kita berdiri di padang masyhar menanti waktu untuk dihisab amalan-amalan kita6; dan semoga kita termasuk orang-orang yang langsung dimasukkan ke surga tanpa hisab.7
Dan setelahnya amalan-amalan kita akan ditimbang8,
dan kita akan dimasukkan ke surga ataukah ke neraka; orang-orang yang
merugi akan masuk ke neraka dan orang-orang yang beruntung akan
dimasukkan ke surga;
Orang-orang yang masih terdapat keimanan dalam hatinya maka akan dimasukkan ke dalam surga setelah adzab di nerakanya usai9; dan satu hari di akhirat sama dengan LIMA PULUH RIBU TAHUN di dunia 10
—
Apakah kita akan berkata:
“Tidak apa-apa kita dineraka dulu; toh kalo kita mati dalam keadaan muslim akan masuk surga juga..”
Sedangkan kita TIDAK TAHU apakah kita akan mati diatas tauhid atau tidak?!
Sedangkan kita MENGETAHUI dan MENGIMANI bahwa neraka disana ada ADZAB yang KERAS?!
Sedangkan kita MENGETAHUI dan MENGIMANI sehari di aakhirat sama seperti LIMA PULUH RIBU tahun di dunia?!
Apakah kita akan seperti orang-orang yahudi yang berkata:
وَقَالُوا لَن تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَّعْدُودَةً
Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja”.
قُلْ أَتَّخَذْتُمْ عِندَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَن يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah
tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui?”
(Al-Baqarah: 80)
—-
Dan orang-orang yang mati dalam keadaan kafir akan KEKAL DI NERAKA;
Maka orang yang mengingat mati, ia akan MENUNTUT ILMU bagaimana ia
bisa mengamalkan agama ini dengna BENAR dan BAIK, kemudian
mengamalkannya, kemudian memperingatkan keluarganya akan hal ini..
Inilah SEHARUSNYA buah, bagi orang yang mengingat akan kematian, pemutus segala kelezatan..
Allah berfirman:
فَذَكِّرْ إِن نَّفَعَتِ الذِّكْرَىٰ
oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat,
(Al-A’laa: 9)
KHUSUSNYA untuk keluarga/kerabat, karena Allah memerincinya; dalam firmanNya
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
(Asy-Syu’araa: 214)
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
(Adz-Dzaariyat: 55)
maka jangan sampai hati kita MATI, seperti orang-orang kafir:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ
أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ . خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ
قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ
وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan
penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat
(Al-Baqarah: 6-7)
وَلَقَدْ مَكَّنَّاهُمْ فِيمَا إِن مَّكَّنَّاكُمْ فِيهِ
وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً فَمَا أَغْنَىٰ
عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلَا أَبْصَارُهُمْ وَلَا أَفْئِدَتُهُم مِّن شَيْءٍ
إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِم مَّا كَانُوا
بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan
hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna
sedikit juapun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat
Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka
memperolok-olokkannya.
(Al-Ahqaf: 26)
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia,
قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا
mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah),
وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا
dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(Al-A’raaf: 179)
وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka
ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan
beriman.
(Yaasiin: 10)
قُلْ إِنَّمَا أُنذِرُكُم بِالْوَحْيِ وَلَا يَسْمَعُ الصُّمُّ الدُّعَاءَ إِذَا مَا يُنذَرُونَ
Katakanlah (hai Muhammad): “Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan
kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli
mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan”
(Al-Anbiyaa: 45)
إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan 11
dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak
melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala
yang mulia.
(Yaasiin: 11)
Semoga bermanfa’at
abuzuhriy.com
Husnul Khatimah
Oleh: Khalid bin ‘Abdurrahman asy-Syayi’
Keadaan seseorang saat tutup usia memiliki nilai tersendiri, karena
balasan baik dan buruk yang akan diterimanya tergantung pada kondisinya
saat tutup usia.
Sebagaimana dalam hadits yang shahih:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya.” (HR. Bukhari dan selainnya)
Oleh sebab itulah, seorang hamba Allah yang shalih sangat
merisaukannya. Mereka melakukan amal shalih tanpa putus, merendahkan
diri kepada Allah agar Allah memberikan kekuatan untuk tetap istiqamah
sampai meninggal. Mereka berusaha merealisasikan wasiat Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri).”
(QS.Ali Imran:102)
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dalam shahih-nya,
dari Abdullah bin ‘Amr bin Ash radhiallahu anhu, dia mengatakan:
“Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Sesungguhnya qalbu-qalbu (hati-hati) keturunan anak Adam berada di
antara dua jari dari jari-jari Allah laksana satu hati, Allah
membolak-balikkannya sesuai kehendak-Nya,’ kemudian beliau Shalallahu
‘Alaihi Wassalam berdoa:
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati-hati kami kepada ketaatan-Mu.’”
[HR. Muslim (no. 2654)]
Itulah pentingnya kondisi tutup usia. Sementara itu, kondisi
seseorang pada detik-detik terakhir kehidupan ini, tergantung amal
perbuatan pada masa lampau. Barangsiapa yang berbuat baik di saat waktu
dan usianya memungkinkan, maka insya Allah akhit hidupnya baik. Dan
jika sebaliknya, maka sudah tentu kejelekan yang akan menimpanya. Allah
tidak akan pernah mendzaliminya, meskipun sedikit.
Mengingat pentingnya maslah ini dan keharusan memperhatikannya, maka
dengan memohon kepada Allah, tulisan ini kami angkat untuk menjadi
pengingat kita semua.
Husnul Khatimah
Husnul Khatimah adalah akhir yang baik. Yaitu seorang hamba, sebelum
meninggal, ia di beri taufik untuk menjauhi semua yang dapat
menyebabkan kemurkaan Allah Ta’ala. Dia bertaubat dari dosa dan
maksiat, serta semangat melakukan ketaatan dan perbuatan-perbuatan
baik, hingga akhirnya ia meninggal dalam kondisi ini. Dalil menunjukkan
makna ini yaitu hadits shahih dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, ia
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا عَلَيْكُمْ أَنْ لَا تَعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ
“Janganlah kalian merasa kagum dengan seseorang hingga kalian dapat melihat akhir dari amalnya,
فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَانًا مِنْ عُمْرِهِ أَوْ
بُرْهَةً مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ
الْجَنَّةَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا سَيِّئًا
sesungguhnya ada seseorang selama beberapa waktu dari umurnya beramal
dengan amal kebaikan, yang sekiranya ia meninggal pada saat itu, ia
akan masuk ke dalam surga, namun ia berubah dan beramal dengan amal
keburukan.
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ
سَيِّئٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ
عَمَلًا صَالِحًا
Dan sungguh, ada seorang hamba selama beberapa waktu dari umurnya
beramal dengan amal keburukan, yang sekiranya ia meninggal pada saat
itu, ia akan masuk neraka, namun ia berubah dan beramal dengan amal
kebaikan.
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ
Jika Allah menginginkan kebaikan atas seorang hamba maka Ia akan membuatnya beramal sebelum kematiannya, ”
para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah membuatnya beramal?”
beliau bersabda:
يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ
“Memberinya taufik untuk beramal kebaikan, setelah itu Ia mewafatkannya.”
(HR. Ahmad, Tirmidziy, Hakim, dll; dan beliau menshahiihkannya.)
Husnul khatimah memiliki beberapa tanda, di antaranya ada yang
diketahui oleh hamba yang sedang sakaratul maut, dan ada pula yang
diketahui orang lain. Tanda husnul khatimah, yang hanya di ketahui
hamba yang menaglaminya, yaitu diterimanya kabar gembira saat sakaratul
maut, berupa ridha Allah sebagai anugerah-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata:
رَبُّنَا اللهُ
“Rabb kami adalah Allah”
ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ
Kemudian mereka beristiqomah (–dengan perkataan tersebut; hingga
wafatnya mereka–), maka para malaikat turun kepada mereka (–ketika
sakratul maut, sembari berkata–):
أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
“Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.
Kabar gembira ini diberikan saat sakaratul maut, dalam kubur dan
ketika dibangkitkan dari kubur. Sebagai dalilnya, yaitu sabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa yang menyukai untuk bertemu dengan Allah, maka Allah
akan suka bertemu dengannya. Dan barangsiapa yang membenci bertemu
dengan Allah, maka Allah akan benci bertemu dengannya”
Kemudian para shahabat bertanya:
“Yaa Rasulullah, kami semua tidak menyukai kematian?”
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَيْسَ ذَاكَ كَرَاهِيَةَ الْمَوْتِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا
حُضِرَ جَاءَهُ الْبَشِيرُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَا هُوَ صَائِرٌ
إِلَيْهِ فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَكُونَ قَدْ لَقِيَ
اللَّهَ عَزَّ
“Bukan itu yang aku maksud, namun seorang yang beriman apabila
menghadapi sakaratul maut, maka seorang pemberi kabar gembira utusan
Allah datang menghampirinya seraya menunjukkan tempat kembalinya, hingga
tidak ada sesuatu yang lebih dia sukai kecuali bertemu dengan Allah.
Lalu Allah pun suka bertemu dengannya.
وَجَلَّ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْفَاجِرَ أَوْ
الْكَافِرَ إِذَا حُضِرَ جَاءَهُ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ مِنْ
الشَّرِّ أَوْ مَا يَلْقَاهُ مِنْ الشَّرِّ فَكَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ
وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
Adapun orang yang banyak berbuat dosa, atau orang kafir, apabila
telah menghadapi sakaratul maut, maka datang seseorang dengan
menunjukkan tempat kembalinya yang buruk, atau apa yang akan dijumpainya
berupa keburukan. Maka itu membuatnya tidak suka bertemu Allah, hingga
Allah pun tidak suka bertemu dengannya.”
(HR. Ahmad, Haytsamiy dll; dishahiihkan oleh Imam al Haytsamiy dalam majmu’)
Mengenai makna hadits ini, al Imam al Khatthabi mengatakan:
“Maksud dari kecintaan hamba untuk bertemu Allah, yaitu ia lebih
mengutamakan akhirat daripada dunia. Karenanya, ia tidak senang tinggal
terus menerus di dunia, bahkan siap meninggalkannya. Sedangkan makna
kebencian adalah sebaliknya.”
Imam Nawawi berkata,
”Secara syari’at, kecintaan dan kebencian yang diperhitungkan
adalah, saat sakaratul maut, saat taubat tidak diterima lagi. Ketika
itu, semuanya diperlihatkan bagi yang sedang naza’ (proses pengambilan
nyawa), dan akan nampak baginya tempat kembalinya.”
Tanda-tanda Husnul Khatimah
Tanda-tanda husnul khatimah banyak yang telah disimpulkan oelh para
ulama dengan penelitian terhadap nash-nash yang terkait. Di sini kami
bawakan sebagian tanda-tanda tersebut, di antaranya:
1. Mengucapkan kalimat syahadat saat akan meninggal
Dalilnya adalah hadits riwayat al Hakim dan selainnya, bahwasanya Rasululah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ كَانَ آخِرُ كـلاَمـِهِ : لاَ إِ لَهَ إِ لاَ اللهُ دَخـَلَ الجـَــنَّةَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallaah, maka ia masuk surga.”
(HR Abu Dawud, dan selainnya; dishahiihkan syaikh al albaaniy)
2. Meninggal dengan kening berkeringat
Berdasarkan hadits riwayat Buraidah bin al Hashib radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَوْتُ المُؤْمِنِ بِعِرْقِ الجَبِيْنِ. رَواه أحـمد والترمذي
“Kematian seorang mukmin dengan keringat di kening.”
(HR Ahmad, Tirmidziy, dan selainnya; dishaahiihkan syaikh al albaaniy dalam ahkamul janaa-iz)
3. Meninggal pada malam Jum’at atau siangnya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum’at atau malam
Jum’at, melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur.”
(HR.Ahmad dan Tirmidzi)
4. Mati syahid di medan jihad di jalan Allah, atau mati saat
menempuh perjalanan untuk peperangan di jalan Allah, mati karena
tertimpa sakit tha’un (pes), atau mati karena tenggelam
Dalilnya adalah hadits riwayat Imam Muslim dalam Shaihnya dari
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwasanya beliau Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda;
مَا تَقُولُونَ فِي الشَّهِيدِ فِيكُمْ
“Apa yang kalian katakan tentang seseorang yang mati syahid yang ada pada kalian?”
Mereka menjawab, “Orang yang terbunuh di jalan Allah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ
“Jika demikian orang yang mati syahid dari umatku hanya sedikit;
مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Barangsiapa terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid.
وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Barangsiapa meninggal dunia di jalan Allah, maka ia syahid,
وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ
Barangsiapa yang [meninggal dunia karena] sakit perut adalah syahid
وَالْمَطْعُونُ شَهِيدٌ
Barangsiapa yang [meninggal dunia karena] Tha’uun (lepra) juga syahid”
(–dari Abu Shalih dan di dalamnya ia menambahkan–)
وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ
“dan Barangsiapa yang [meninggal dunia karena] tenggelam ia juga syahid.”
[HR. Ibnu Maajah (hadits serupa juga diriwayatkan oleh Imam Muslim)]
5. Mati karena tertimpa reruntuhan
Berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Orang yang mati syahid ada lima (yaitu): orang yang mati kerkena
penyakit tha’un, sakit perut, orang tenggelam, orang yang terkena
reruntuhan dan orang yang syahid di jalan Allah.”
6. Meninggal saat nifas, ataupun meninggal saat sedang hamil bagi wanita
Dalilnya, hadits riwayat Imam Ahmad dan selainnya, dengan sanad yang
shahih dari ‘Ubadah bin ash Shamit radhiallah anhu, bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyebutkan beberapa syhada’,
diantaranya:
وَالنُّفَسَاءُ شَهَادَةٌ
Dan wanita yang meninggal karena melahirkan juga syahidah
dalam riwayat lain (juga diriwayatkan Ahmad, yang sanadnya shahiih):
وَالنُّفَسَاءُ يَجُرُّهَا وَلَدُهَا بِسُرَرِهِ إِلَى الْجَنَّةِ
“dan anak itu akan menariknya dengan tali pusarnya ke Surga.”
7. Meninggal karena terbakar dan radang selaput dada.
Sebagai dalilnya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah
menyebutkan macam-macam orang yang mati syahid, termasuk orang yang
mati terbakar. Demikian pula orang yang meninggal lantaran menderita
radang selaput dada, yaitu bengkak yang meradang, nampak pada selaput
yang ada di bagian dalam tulang-tulang rusuk. Adapun haditsnya
diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya.
8. Mati ketika membela darah, harta, keluarga dan agama
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan an Nasaa-i dan
selain keduanya, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ أَوْ دُونَ دَمِهِ أَوْ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa yang dibunuh karena membela hartanya maka ia syahid, siapa
yang dibunuh karena membela keluarganya maka ia syahid, atau karena
membela darahnya, atau karena membela agamanya maka ia syahid.”
(HR Abu Dawud dan Nasaa-iy; dll)
9. Meninggal karena sedang ribath (menjaga wilayah perbatasan) di jalan Allah Ta’ala
Berdasarkan hadits riwayat muslim dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam behwa beliau bersabda:
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ
وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ
يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
“Berjaga-jaga sehari-semalam (di daerah perbatasan) lebih baik
daripada puasa beserta shalat malamnya selama satu bulan. Seandainya ia
meninggal, maka pahala amalnya yang telah ia perbuat akan terus
mengalir, dan akan diberikan rizki baginya, dan ia terjaga dari
fitnah.”
10. Meninggal dalam keadaan melakukan aml shalih
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH karena mencari wajah Allah dan ia mati dengannya, ia masuk surga
وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
barangsiapa puasa sehari karena mencari wajah Allah dan ia mati dengannya, ia masuk surga
وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
dan barangsiapa mensedekahkan sesuatu karena mencari wajah Allah dan ia mati dengannya, ia masuk surga.”
(HR. Ahmad; dishahiihkan syaikh al-albaaniy dalam ahkamul janaa-iz)
Demikian beberapa tanda husnul khatimah yang telah disimpulkan darin
berbagai nash. Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani mengingatkan hal
itu di dalam kitab beliau, Ahkamul Janaiz.
Akan tetapi, ketahuilah wahai saudara-saudaraku, bahwa
terlihatnya salah satu di antara tanda-tanda itu pada satu mayit, bukan
berarti dia pasti menjadi penduduk Surga. Namun diharapkan, itu
sebagai pertanda baik baginya. Sebagaimana jika tanda-tanda itu tidak
ada pada satu mayit, maka janganlah divonis bahwa seseorang ini tidak
baik. Semua ini merupakan masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah
Ta’ala.
Penyebab Husnul Khatimah
1. Faktor terpenting, yaitu kontinyu melakukan ketaatan dan
bertakwa kepada Allah. Intinya ialah merealisasikan tauhid, menjauhi
hal-hal yang dharamkan, dan segera bertaubat dari perbuatan haram yang
melumurinya.
Dan tindakan yang paling diharamkan adalah syirik, baik syirik besar maupun syirik kecil. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ
ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا
عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
(QS. an Nisaa’:48)
2. Hendaknya berdo’a kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar diwafatkan dalam keadaan beriman dan bertakwa.
3. Hendaknya mengerahkan segala kemampuan dalam memperbaiki
diri, secara lahir dan batinnya, niat dan maksudnya diarahkan untuk
memperbaiki diri.
Ketentuan Allah di alam ini telah berlaku. Allah memberikan taufik
kepada orang yang mencari kebenaran. Allah akan mengokohkannya di atas
al haq serat menutup amalnya dengan al haq itu.
Su’ul Khatimah
Su’ul khatimah (akhir yang buruk) adalah meninggal dalam keadaan
berpaling dari Allah, berada di atas murka-Nya serta meninggalkan
kewajiban dari Allah. Tidak diragukan lagi, demikian ini akhir
kehidupan yang menyedihkan, selalu dikhawatirkan oleh orang-orang yang
bertakwa. Semoga Allah menjauhkan kita darinya.
Terkadang nampak pada sebagian orang yang sedang sakaratul maut,
tanda-tanda yang mengisyaratkan su’ul khatimah, seperti: menolak
mengucapkan syahadat, justru mengucapkan kata-kata jelek dan haram,
serta menampakkan kecenderungan padanya dan lain sebagainya. Kami perlu
menyebutkan begaina contoh nyata kejadian tersebut.
Kisah yang dibawakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya,
al Jawaabul Kaafi, bahwa ada seseorang saat sakaratul maut, dia
diingatkan, “Ucapkanlah Laa ilaha illallah.” Lalu orang itu
menjawa:”Apa gunanya bagiku, Aku pun tidak pernah mengerjakan shalat
karena Allah, meskipun sekali,” akhirnya ia pun tidak mengucapkannya.
Al Hafizh Rajab rahimahullah dalam kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
menukil dari salah satu ulama,’Abdul ‘Aziz bin Abu Rawwad, beliau
berkata: “Aku menyaksikan seseorang, yang ketika hendak meninggal di
talqin (diajari) Laa ilaha illallah. Akan tetapi, ia mengingkarinya
pada akhir ucapannya.”
Kemudian Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bertanya kepadanya tentang orang ini.
Ternyata ia seorang pecandu khamr (minuman keras). Selanjutnya Syaikh
‘Abdul Aziz berkata: “Takutlah kalian terhadap perbuatan dosa, karena
perbuatan dosa itu yang telah menjerumuskannya.”
Hal serupa juga diceritakan oleh al Hafizh adz Dzahabi rahimahullah,
ada seorang yang bergaul dengan pecandu khamr, maka saat ajal akan
tiba, dan ada seseorang yang datang untuk mengajarinya syahadat, ia
malah mengatakan:”Minumlah dan beri aku minum,” kemudian ia meninggal.
Al ‘Alamah Ibnul Qayyim eahimahullah bercerita mengenai seseorang
yang diketahui gemar musik dan mendendangkannya. Tatkala wafat
menjemputnya, dia diingatkan, katakanlah : Laa ilaha illallah (tetapi)
dia justru mulai mengigau dengan lagu sampai kemudian mati tanpa
mengucapkan kalimat tauhid.
Beliau rahimahullah juga berkata:”Sebagian pedagang mengabarkan
kepadaku tentang karib kerabatnya yang hampir meninggal, sementara
mereka disisinya. Mereka mentalkinkan Laa ilaha illallah, namun ia
mengigau “ ini murah, ini barang bagus, ini begini dan begitu,” sampai
ia meninggal dan tanpa bisa melafazhkan kalimat tauhid.”
Berikut ini kami bawakan keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah.
Komentar ini dibawakan setelah menyebutkan kisah-kisah di atas. Beliau
rahimahullah berkata:
“Subhanallah, betapa banyak orang yang menyaksikan ini mendapatkan
pelajaran? Apabila seorang hamba, pada saat sadar, kuat, serta memiliki
kemampuan, dia bisa dikuasai setan, ditunggangi perbuatan maksiat yang
diinginkannya, mampu membuat hatinya lalai dari mengingat Allah
Ta’ala, menahan lisannya dari dzikir, dan (begitu pula) anggota
badannya dari mentaati-Nya, lalu bagaimana kiranya ketika kekuatannya
melemah, hati dan jiwanya kacau karena sakitnya naza’ (tercabutnya
nyawa) yang sedang dia alami? Sementera saat itu, setan mengerahkan
seluruh kekuatan dan konsentrasinya, dan menghimpun semua kemampuannya
untuk mencuri kesempatan. Sesungguhnya ini adalah klimaks. Saat itu,
hadir setan yang terkuat, sementara si hamba dalam kondisi paling
lemah. Siapakah yang selamat?
Pada kondisi ini, seperti tercantum dalam firman-Nya:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ
وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki.”
(QS. Ibrahim:27)
Maka, orang yang dilalaikan hatinya dari mengingat Allah, (selalu)
memperturutkan nafsunya dan melampaui batas, bagaimana mungkin diberi
petunjuk agar husnul khatimah?!
Orang yang hatinya selalu jauh dari Allah Ta’ala, selalu lalai
dari-Nya, selalu mengagungkan nafsunya, selalu menyerahkan kepada
syahwatnya, lisannya kering dari dzikir, serta anggota badannya
terhalang dari ketaatan dan sibuk dengan maksiat, maka mustahil diberi
petunjuk agar akhir kehidupannya baik (husnul khatimah).
Su’ul Khatimah memiliki dua tingkatan
1. Tingkatan terbesar dan terjelek.
Yaitu orang yang hatinya penuh dengan keraguan dan penentangan saat
sakaratul maut, kemudian ia mati dalam keadaan seperti ini, Maka hal
ini akan menjadi penghalang antara dia dan Allah.
2. Tingkatan yang lebih rendah.
Yaitu orang yang hatinya cenderung kepada urusan dunia atau
keinginan syahwatnya, lalu keinginan ini tergambar di dalam hatinya
saat sakaratul maut. Biasanya, seseorang meninggal dalam kondisi yang
biasa dia lakoni pada kehidupan nyatanya. Jika jelek, maka akhirnya
juga jelek. Semoga Allah melindungi kita dari keduanya.
Sebab-sebab Su’ul Khatimah
Dari uraian ini, maka nampak jelas, bahwa penyebab su’ul khatimah
adalah lawan dari penyebab husnul khatimah yang telah disebutkan.
Penyebab utamanya adalah kerusakan aqidah. Di antara penyebabnya juga
adalah rakus terhadap dunia, mencarinya dengan cara-cara haram,
berpaling dari jalan kebaikan, serta terus-menerus melakukan perbuatan
maksiat.
Penutup
Semoga Allah menlindungi kita dari su’ul khatimah. Seseorang yang
amalan lahirnya baik, serta batinnya juga senantiasa bersama Allah,
jujur dalam perkataan dan perbuatan, maka dia tidak akan mengalami
su’ul khatimah. Sebaliknya, su’ul khatimah akan dialami oleh orang yang
aqidahnya rusak, amalan lahirnya rusak, berani melakukan dosa-dosa
besar, bahkan mungkin ia melakukan itu sampai ajal menjemput tanpa
sempat bertaubat.
Karena itu, selayaknya bagi orang yang berakal agar mewaspadai
ketergantungan hatinya terhadap perbuatan-perbuatan haram, dan
mengharuskan hati, lisan serta anggota badannya untuk mengingat Allah
dan tetap taat kepada Allah dimanapun berada.
Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami sebagai penutup amal kami.
Jadikanlah umur terbaik kami sebagai akhirnya. Dan jadikanlah hari
terbaik kami sebagai hari kami menjumpai-Mu
Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk melaksanakan berbagai kebaikan dan menjauhi semua kemungkaran.
Maråji’:
Dikutip dari Majalah As Sunnah Edisi 03/X/1427H/2006M
Jangan korbankan kebahagiaan yang abadi hanya untuk kepuasan sesaat!
Hidup yang sekarang kita jalani ini AKAN BERAKHIR, dan ketahuilah
waktunya SANGAT SINGKAT, sedangkan kehidupan yang KEKAL akan menanti
kita. apakah kita akan mengorbankan kebahagiaan untuk kehidupan yang
kekal, hanya untuk meraih kepuasan yang fana?
Hidup yang sekarang kita jalani ini AKAN BERAKHIR, dan ketahuilah
waktunya SANGAT SINGKAT, sedangkan kehidupan yang KEKAL akan menanti
kita. apakah kita akan mengorbankan kebahagiaan untuk kehidupan yang
kekal, hanya untuk meraih kepuasan yang fana?
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
”Surga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, dan neraka dikelilingi oleh kenikmatan.”
(HR Muslim)
Cukuplah sabda beliau diatas sebagai ancaman yang keras bagi para
pengikut (atau bahkan, PENYEMBAH) hawa nafsu. ia berbuat sekehendak hawa
nafsunya tanpa memikirkan nasibnya dihari kemudian.
Kecintaannya didasarkan hawa nafsunya, kebenciannya pun didasarkan hawa nafsunya.
Larangan-larangan Allah ia terjang hanya untuk memuaskan hawa nafsunya. hingga akhirnya ia pun membenci laranganNya.
Perintah-perintahNya ia tidak kerjakan, tidak pula ia indahkan,
karena harus mengorbankan hawa nafsunya. hingga akhirnya ia pun membenci
perintahNya.
Ia mengira kehidupan yang penuh kelapangan di dunia akan abadi, ia mengira hal tersebut bermanfaat untuk dirinya..
Tidak sadarkah ia kehidupan yabg sedang ia jalani kehidupan ang
singkat lagi fana? tidak sadarkah pula ia kehidupan yang kekal akan
menantinya? tidak sadarkah ia bahwa ajal akan menjemputnya? tidak
sadarkah ia bahwa ajal menjemputnya tanpa pemberitahuan sebelumnya?
tidak sadarkah ia apabila ajal telah datang maka tidak berguna taubat
dan amalan shalih?!
Tidakkah ia mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam berikut?
يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
“Pada hari kiamat akan didatangkan orang yang paling banyak kenikmatan di dunia di antara penghuni neraka.
فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً، ثُمَّ يُقَالُ: يَا ابْنَ
آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ؟
فَيَقُولُ: لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ.
Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka satu celupan, lalu ditanya:
“Apakah engkau pernah melihat kebaikan dan merasakan kenikmatan?” Iapun
menjawab: “Demi Allah tidak, wahai Rabbku.”
وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Dan akan didatangkan orang yang paling sengsara di dunia di antara penduduk surga.
فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ لَهُ: يَا ابْنَ
آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ؟
فَيَقُولُ: لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ، مَا مَرَّ
بِي بُؤُسٌ قَطُّ، وَلاَ
رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ
Lalu ia dicelupkan di surga satu celupan, lalu ditanya: “Apakah
engkau pernah melihat kesengsaraan dan merasakan kesusahan?” Iapun
menjawab: “Demi Allah tidak wahai Rabbku, aku tidak pernah mengalami
kesengsaraan dan tidak pernah melihat kesusahan sama sekali.”
(HR. Muslim)
Sungguh hadits diatas adalah kabar gembira dan peringatan orang-orang beriman.
Kabar gembira bagi orang-orang yang senantiasa bersyukur ketika
mendapat nikmat serta kabar gembira bagi orang orang yang bersabar
ketika ia ditimpa ujian/cobaan/fitnah.
Ia tahu nikmat duniawi yang ia dapatkan TIDAKLAH KEKAL, yang nantinya akan ia tinggalkan; sehingga ia tidak tertipu dengannya.
Ia pun tahu cobaan duniawi yang ia dapatkan TIDAKLAH KEKAL, sehingga ia tidak meratap karenanya.
Ia tahu kesabaran untuk tetap berada diatas kebenaran dengan menjauhi
syubuhat dan syahwat akan diberi balasan oleh Allah, sehingga ia tetap
bersabar.
Demikianlah orang-orang beriman, maka alangkah menakjubkannya mereka,
ketika ditimpa musibah maka mereka bersabar, dan ketika ditimpa nikmat
maka mereka bersyukur. sehingga apapun yang menimpanya, baik cobaan
maupun nikmat, maka itu baik baginya.
Sebaliknya, hadits diatas merupakan peringatan bagi orang-orang yang
tertipu, yang ia menganggap kesuksesan duniawi adalah segala-galanya;
yang ia mengira cobaan kehidupan dunia adalah kehinaan baginya.
Allah berfirman
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ
وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ
فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya
dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Rabbku telah
memuliakanku”. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizkinya
Maka Dia berkata: “Rabbku menghinakanku“.
(QS. Al Fajr: 15-16);
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari orang yang keliru
dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan
hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan luasnya rizki
tersebut, itu berarti Allah memuliakannya (demikian pula sebaliknya).
Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian.”
Demikianlah celaan Allah bagi orang orang yang MATREALISTIS, yang
menilai sesuatu dengan timbangan duniawi; mengira bahwa kemuliaan itu
didapatkan dengan kelapangan duniawi, dan kehinaan itu adalah kesempitan
duniawi.
Sungguh bukan demikian prinsip seorang muslim, bagi mereka kemuliaan
dan kehinaan seseorang itu berlandaskan aqidah/ketaqwaan mereka. siapa
yang beriman dan bertaqwa, maka ia adalah orang yang mulia. siapa yang
kafir lagi fajir, maka ialah yang hina.
Ingatlah bahwa Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman
قَالَ اللَّهُ: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لاَ
عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
.
“Telah Aku siapkan untuk hamba-hambaKu yang saleh apa-apa yang tidak
pernah dilihat oleh mata, tidak pernah di dengar oleh telinga, dan tidak
pernah terdetik di hati manusia.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sekarang, tidakkah kita merindukan kenikmatan ini? Semua nikmat itu bisa kita raih, asal kita mau.
Nabi bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى
“Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.”
Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, siapa sih yang enggan masuk surga?
Rasulullah menjawab:
مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Barang siapa yang mentaatiku akan masuk surga. Dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku, maka ia telah enggan.
(HR. al-Bukhari)
Maka hendaknya kita kembali kepada Islam yang benar, menganutnya
secara KAAFFAH (menyeluruh) dengan mengikuti Rasulullah dengan
sebaik-baiknya; mengikuti beliau dalam hal aqidah, ibadah, akhalak serta
muamalah dalam menjalani hidup ini.
Ingatlah hidup itu penuh dengan ujian dan cobaan. tapi ingatlah hidup
ini hanyalah singkat, ujian dan cobaan tersebut tidaklah ada apa-apanya
dengan kebahagiaan kekal yang menanti. maka bersabarlah ketika kita
ditimpa ujian dan cobaan.
Ketahuilah bahwa Allah menjadikan kehidupan dunia sebagai penjara bagi kaum muslimin.
Nabi bersabda:
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia adalah penjara untuk orang-orang mukmin dan surga bagi orang-orang kafir.”
(HR. Muslim)
Jadi, alam yang ada di hadapan kita sekarang ini adalah alam ujian, alam beramal dan bersabar.
Jangan sampai kita tergoda oleh kenikmatan semu dunia! Harapkanlah
buah manis yang menanti, jika kita lulus, yaitu surga yang kita
rindukan.
Seperti dikatakan: Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang di tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
abuzuhriy.com
Subscribe to:
Posts (Atom)